Pages

12/08/2013

Watch to Watch

"Time you enjoy wasting, was not wasted." --John Lennon


A watch is chosen to match the its owner personality.

From the various brands that I was looking for –like Nixon, Daniel Wellington, Uniform Wares, Swatch, Casio, squarestreet, Komono, and the others– there are a few that caught my attention:


Nixon The Mellor (diameter 38 mm)

This is the watch I like the most: Nixon The Mellor for women with rose gold plate. I love the simplicity of the clock face, the earthy color, and also, the leather wristband without any stitch attracts me too.




These are the special series: The Mellor Oxyde with rusty metal plate. Unfortunately, this is just for gentlemen.


These both below have the same type.

Daniel Wellington Classic St. Andrews (diameter 40 mm)

Ernest Watch White


Komono can be the right choice also, huh?

Komono Winston (diameter 41 mm)

Komono Magnus (diameter 46 mm)

Komono Wizard Heritage (diameter 3.6 mm)



Casio has become my favorite watch since my childhood, but it seems like it lasts till now. With its affordable price and also the good design, how can't I interested?

Casio LTP-1314L (diameter 36.5 mm)


And for 2 watches below, I think exception seems to happen. I also feel confused, why I oddly enough like the model. Do you also feel good on this?

Casio AQ-230GA (diameter 38.8 mm)

Nixon The Re-Run


The last one is the simplest.
Once, I came to buy this watch with 4 different models because I was so in love. Although eventually, I made ​​a random gift to my three friends (and for myself included).

Casio MQ-24 (diameter 38.8 mm)


End of all, I personally prefer a round analog watch with a simple design.

But when it comes to wristband taste, (which are sorted based on my preferences) I prefer: 1. Brown leather wristband, 2. Yellow stainless steel wristband, dan 3. Black rubber wristband. 

If you have any recommendation, please drop a line :)

12/05/2013

Dream and Travel

"Dream with a Designer
Travel with an Architect"

--evelyngasman

11/10/2013

"Fake apple may look juicier than the real one." --evelyngasman

10/13/2013

Lego Buddies is not for Kiddies


I never think to buy Lego minifigs if I know the price is more than half a million. But since my brother told me about www.bricklink.com, I decided to ignore my bill. (No, no, no, I did't buy it by myself but my brother paid for them also. Hahaha!)

I'm satisfied with the service and surprisingly I got it came true faster than I thought!

Welcome home my precious buddiesss!! So happy I could die!

9/15/2013

Girls' Generation & Peace


The photos below are my best photos during the concert.
 

14 September 2013
Mata Elang International Stadium
Indonesia

8/18/2013

There is "END" in "FRIEND"



"Ini adalah sebuah pikiran yang mengadu penat.
Tak ada yang bejat, sekedar menegakkan sekat.
Memang tidak pernah ada tangan mendekap erat.
Kita berteman karena sebuah kebetulan, sobat!"

--evelyngasman

Sebuah tulisan tentang akibat terlanjur bersahabat.
Yang ditulis karena bendera putih telah diangkat.

8/01/2013

Daya Pikat Tanpa Cacat


"Jendela pesawat selalu memiliki daya pikat.
Satu per satu episode mengecap abadi tanpa cacat.
Tersembunyi perasaan takjub yang teramat sangat.
Tatkala relung hati dibuai oleh awan yang lewat."

--evelyngasman













Dan di hari selanjutnya, aku mendapatkan kejutan yang sama :)
#NOFILTER

7/01/2013

Pesta Rakyat

Sejak tanggal 28 Juni sampai 30 Juni 2013 kemarin, semua jalan menuju Monas macet. Ini dikarenakan festival untuk merayakan ulang tahun DKI Jakarta ke-486 masih terus berlangsung. Dan kali ini, bertempat di Lapangan Monas, sebuah pertunjukan spektakuler di atas panggung terbesar di Indonesia, jelas membuat pandangan saya terpaku.


Saya memang melewatkan pertunjukan Matah Ati pada tahun 2012 silam. Tapi saya membalasnya kali ini. Dengan melewati perjuangan berbaris di loket Pesta Rakyat, akhirnya saya dan Edward bisa masuk dengan gratis tanpa harus membeli tiket dari calo seharga Rp 50.000,00 per tiket. Untung ada penjaga pagar yang baik itu.

Tempat duduk terbagi menjadi 4 level: kelas 2, kelas 1, VIP, dan VVIP. Dan ada (baca: banyak) orang-orang yang membeli tiket lesehan. Semua seat mendapatkan view yang strategis, bahkan kita tidak perlu berdesak-desakkan dengan penonton yang lain. 


"Ariah" menceritakan tentang anak Betawi yang berjuang untuk mempertahankan martabat dan kehormatannya pada jaman penjajahan Belanda. Ariah adalah seorang gadis cantik yang tinggal bersama ibunya. Ia tumbuh menjadi gadis yang cerdas dan membawa banyak perubahan bagi teman-teman sebayanya. Sebagai anak Betawi, ia jago silat. Dan karena kecantikannya itu, banyak tuan yang jatuh cinta kepadanya dan ingin mempersuntingnya. 

Pertunjukan tari musikal kolosal ini melibatkan 200 penari bernuansa Betawi dan 120 musisi di atas panggung yang berlatarkan Monumen Nasional. Saya masih ternganga tidak habis pikir, bagaimana penari-penari itu menari di atas bidang miring.

3 orang yang berperan penting dalam pertunjukan ini adalah Atilah Soeryadjaya (penulis naskah dan sutradara), Jay Subiyakto (penata artistik), dan Erwin Gutawa (penata musik). Kolaborasi antara tarian tradisional, indahnya panggung, dan megahnya alunan lagu benar-benar membangunkan bulu kuduk penonton, ditambah lagi stage flame dan kembang api menambah kesan dramatis.

Baru kali ini saya merasakan euforia ulang tahun kota kelahiran saya. Saya memang mengidamkan pesta rakyat seperti ini, jalan-jalan dan jajan-jajan di sekitaran Monas dan pinggir jalan; bukan serta merta datang dan belanja di Pekan Raya Jakarta (PRJ) yang tiket masuknya semakin mahal saja.

Terima kasih Pak Jokowi dan Pak Ahok, Jakarta memang perlu diisi acara publik yang indah seperti ini :)

6/23/2013

Dirgahayu, Untukmu

Beradu cula, mengabaikan indera
Tiada usaha, mengandalkan wacana
Bagaimanapun mereka membenci,
Tapi kota inilah yang mereka cintai

Jakarta, Wakil Garuda, kebanggaan bangsa


Dirgahayu, untukmu..

6/19/2013

Batas Bebas

I want once,

Not bound up in the chain,
Not bound up by the time,
Not bound up with the pain,
Not bound up by the rhyme,

Not bound up with the line,
Not bound up to the others,
Not bound up with the sign,
Not bound up to the lovers,

I want once,
Yes, to bounce..

Then fly high,

and never be back.


Lebih bebas dari angin
Lebih tinggi dari langit

Apa ini karena aku terlalu
tidak menikmati hidup?

6/07/2013

#MenclokdiBangkok

Singkirkan urusan klien, singkirkan urusan pribadi;
Jangan sampai cekcok, jangan adu bacok, awas nanti bonyok! Mari kita pikirkan besok, karena kita akan #menclokdibangkok! Yeay!!

Dari seminggu sebelumnya, Mas Heru sudah memberikan slide yang berisi do dan don't sebelum dan sesudah kita sampai di Bangkok: apa saja yang harus dibawa, apa saja yang harus diperhatikan, tempat tujuan kita saat di Bangkok (tempat belanja, tempat makan), dan termasuk.. ciri-ciri ladyboy.

Durasi presentasi (atau bisa disebut juga komedi) termasuk tanya jawab itu memakan waktu hampir 3 jam. Sangat mengocok perut, sangat membantu!

Yang terpenting, di presentasi kedua (bayangkan sampai 2 kali presentasi), kami diberikan uang saku.


Sabtu, 01 Juni 2013 -- Hari #1

Pada tanggal 1 Juni 2013, kami, segenap atasan dan bawahan Dentsu Strat, berkumpul di Bandara Soekarno-Hatta untuk outing ke Bangkok. Pesawat take off pada jam 08:30 WIB dan landing di Bandara Suvarnabhumi, Thailand, pada jam 12:00 WIB (perlu ditekankan lagi, bahwa: tidak ada perbedaan jam antara Bangkok dan Jakarta, jadi sepertinya kepanjangan WIB adalah "Waktu Indonesia bagian Bangkok" #sori).

Sesampainya kami di Bangkok, kami dijemput oleh 2 orang tour guide yang bernama Anusi (Anu) -yang memandu di Bus 1- dan Sit -di bus satunya-.
Semua perut pasti keroncongan, karena kami sampai di Bangkok tepat di jam makan siang. Untungnya di perjalanan menuju pusat kota, ada sebuah restoran halal yang enak sekali. Saya terpincut dengan sop ikan asam manis.

Kami diantar ke mall Ma Bun Kong (MBK) yang terletak di pusat kota dan bersebelahan dengan Siam Paragon, Siam Center, dan Siam Discovery. Masing-masing gedung tersedia jembatan yang menghubungkan mall satu dengan yang lainnya sehingga kita tidak perlu naik kendaraan umum lagi untuk berpindah tempat. Saya menghabiskan waktu dengan melihat-lihat sambil mencari kartu seluler.

Setelah bersenang-senang di mall itu, kami diajak untuk makan malam di atas Princess Cruise yang melintasi Chao Praya River.

Di atas kapal, kami disuguhkan makan malam buffet sambil dihibur oleh beberapa entertainer, mulai dari live music sampai pertunjukan tari ala Thailand. Kami pun dihibur oleh Tsutsui-san yang bermain jankenpon dan berhadiah $100. Wow, Ginda pemenangnya! Kemudian Pak Janoe memberikan kata sambutan dan meminta ijin untuk pulang keesokan harinya karena ada meeting. Setelah itu acara hiburan dilanjutkan kembali.

Sungai Chao Praya melewati Temple of Dawn (Wat Arun Temple), The Grand Palace, Jembatan Rama VIII, dan beberapa hotel dan landmark yang menghadap ke sungai. Kami dibuat terkagum-kagum oleh pemandangan indah nan romantis itu.

Kami diantar pulang ke Bangkok Chada Hotel di Rachadapisek Road. Hotel kami terletak di antara panti pijat, bar, diskotik, dan klub malam –begitu kata si tour guide. Kamar yang cukup nyaman can sangat luas untuk saya dan Uwiw.

Kami berbersih diri lalu tidur.


Minggu, 02 Juni 2013 -- Hari #2

Sesuai jadual, hari ini kami akan berbelanja seharian penuh. Tempat tujuan kami tak lain tak bukan adalah Chatuchak dan Asiatique.

Chatuchak adalah pasar terbesar di Thailand sekaligus weekend market yang buka hanya di hari Sabtu dan Minggu. Di sini kita dapat menemukan barang apa saja, mulai dari: baju, tas, kerajinan tangan, furnitur, tanaman, hewan, sampai dengan jajanan khas Thailand. Jajanan yang disajikan pun beragam macamnya: makanan rebus, gorengan, bakar-bakaran, kue basah, sampai ke sayur-sayuran, semuanya bikin penasaran.

Saya memutuskan untuk jalan-jalan sendirian karena saya memiliki firasat bahwa saya pasti akan menemukan teman dari Strat.

Beberapa barang yang saya beli untuk diri saya sendiri dan oleh-oleh tentunya. Barang-barang yang dijual di sini relatif murah. Biasanya si penjual akan memberikan potongan harga jika si pembeli membeli secara borongan. Tentu, bagi orang-orang yang tidak bisa menahan diri, ini adalah surga (atau bisa jadi neraka). Karena Chatuchak sangat luas, belanja seharian pun menjadi tidak terasa.

Tepat sesuai dengan perkiraan saya, saya bertemu dengan Bebep Tika dan Bebep Cin sejam sebelum berkumpul di meet point. Sembari berjalan ke bus, kami melewati tempat jajanan pasar. Kami membeli Thai Ice Tea untuk menghilangkan dahaga kami. Walaupun saya tidak berkesempatan untuk mencoba jajanan pasar yang berjejer, saya senang karena akhirnya saya bisa mencicipi teh khas Thailand yang asli (bukan Thai Ice Tea yang ada di café-café Jakarta).

Saya dan kedua Bebep hampir saja ditinggal bus. Hal yang sungguh mendebarkan ketika saya membayangkan bagaimana rasanya jauh dari rombongan. Sejujurnya, ini karena kami bertiga nyangkut di kios BH.

Sekarang kami menuju ke Asiatique.

Asiatique The Riverfront adalah mall yang berada di pinggir sungai. Banyak sekali fashion stall dan café house.

Saya membeli oleh-oleh berupa makanan, seperti Thai Ice Tea Nestea, J-Koong Spicy Crispy Shrimp, dan beberapa bungkus juhi. Saya tidak berbelanja banyak di Asiatique, dikarenakan saya memiliki kekhawatiran bahwa tas koper saya tidak cukup menampung semua belanjaan. Tapi pernak-pernik lucu plus random itu rasa-rasanya ingin saya jarah semua.

Eksterior dan interior café yang menarik perhatian menambah kegembiraan ketika berkunjung ke sini.

Sebagai sarana hiburan lainnya, disediakan dua macam pertunjukan budaya Thailand, yaitu: Joe Louis Puppet Theatre yang menampilkan seni pendalangan wayang boneka khas Thailand dan Calypso Cabaret yang menampilkan tarian dan nyanyian lip sync dari para Ladyboy. Sayang sekali, saya tidak sempat menonton karena kami harus segera balik ke hotel.

Di dalam perjalanan balik ke hotel, masing-masing teman dari Strat menyusun rencana, rupanya belum puas. Ada yang merencanakan ke Patpong, Central World, dan ada juga yang menetap di Asiatique. Saya, Uwiw, dan kedua Bebep merencanakan untuk jajan di Hway Kwang Night Market karena kami belum makan.
Sesampainya di hotel, kami memutuskan untuk berbersih diri dan packing. Setelah itu, kami berempat berjalan kaki menjauhi hotel dan menuju Hway Kwang. Pasar malam yang menyediakan banyak jajanan pinggir jalan yang membuat saya dan Uwiw langsung memburu.

Di kios pertama, kami menyantap sate chicken wing. Kedua, sate cumi. Ketiga, serangga kering. Dan sebelum itu, kami berfoto-foto untuk menunjukkan (betapa bangganya) kami yang berani makan belalang-belalang malang ini. Keempat, makanan-yang-kami-tidak-tahu-namanya-tapi-pedasnya-luar-biasa. Makanan ini spontan membuat Uwiw mules dan pup di 7eleven terdekat. Kelima, kami berhenti di kios coconut cake (nama yang saya buat sendiri) dan disantap di hotel.

Sementara kami tidak tahu kemana kedua Bebep itu menghilang...


Senin, 03 Juni 2013 -- Hari #3

Kami bangun jam 06:00 pagi dan check out. Seperti hari-hari sebelumnya, kami sarapan di hotel.

Sekitar 90% penduduk Thailand beragama Buddha. Buddha yang mereka anut adalah Buddha Theravada. Kalau tidak salah, ada sekitar 60.000 kuil di Thailand. Kami akan mengunjungi beberapa kuil: The Grand Palace, Temple of Reclining Buddha (Wat Pho), dan Temple of Dawn (Wat Arun).

Ada beberapa peraturan untuk memasuki kuil, salah satunya harus berpakaian rapi dan tertutup. Jika kita melanggar, maka kita akan dicegat oleh petugas. Tapi tidak usah khawatir, karena misalnya jika kita terlanjur memakai celana pendek ke sana, kita dapat menyewa celana atau membeli kain.

Seperti biasa sepanjang perjalanan, tour guide kami menceritakan tentang Thailand. Siapa sang raja dan keluarganya itu. Dan dengan Bahasa Indonesia dia yang sangat lancar, cukup mampu membabat habis banyolan Mas Heru. Mas Heru dibuat diam tak berkutik dengan dibantu sorakan teman-teman yang lain.

The Grand Palace adalah kediaman raja-raja Thailand yang berdiri di atas tanah seluas 218,400 meter persegi. Tidak semua bagian dari istana itu boleh dikunjungi oleh turis. Kami dibagikan peta dan berjalan mengikuti arahan tour guide. Kami dibawa ke ruangan yang merupakan tempat raja menghadiri acara pelantikan. Turis dilarang mengambil gambar di sana; di ruangan manapun.

Setelah itu untuk mengunjungi kuil lainnya, kami menaiki perahu (sejenis perahu nelayan) dan kami bisa memberi makan ikan di sungai itu dengan roti. Lalu kami sampai ke sebuah kuil..
Di Wat Pho terdapat patung Buddha tidur yang berukuran panjang 43 meter dan tinggi 15 meter. Patung megah berwarna keemasan itu menarik perhatian turis. Menurut artikel yang saya baca, di sini adalah tempat dimana adanya Thai Massage pertama kali ada. Di belakang patung Buddha raksasa itu, terdapat 108 wadah kuningan yang menjadi tempat turis memasukkan koin satu per satu. Tujuannya adalah untuk membawa keberuntungan.

Kami naik perahu lagi dan..

Nama Wat Arun berasal dari nama dewa Hindu Aruna. Para turis bisa naik ke atas kuil dengan melewati tangga yang kemiringannya curam. Wat Arun disebut juga Temple of Dawn dan kuil ini menyala ketika gelap. Cantik Sekali.

Saya mengagumi seni arsitektur kuil-kuil di Thailand. Selain ciri khasnya yang kebanyakan menggunakan aksen-aksen keemasan dan stupanya yang khas.

Setelah mengunjungi kuil-kuil itu, kami diantarkan ke bandara. Ini saatnya kami berpisah dari Bangkok.


One thing..
I will be back in Thailand,
Amazing Thailand..

5/27/2013

Togetherness: Jogjakarta, Hari #2

Selamat pagi semua! Sesuai dengan rencana, hari ini kami akan ke Candi Borobudur untuk menghadiri perayaan Waisak di Candi Borobudur.

Supir kami akan tiba di penginapan jam 10:00 WIB. Sebagian dari kami bangun lebih pagi untuk bersiap-siap, dan ternyata sudah tersedia semangkuk besar nasi goreng di atas meja makan. Ada yang makan duluan, ada yang mandi duluan.

Perjalanan dari penginapan kami –yang berada di Taman Siswa– sampai ke Magelang menghabiskan waktu sekitar 1.5 jam. Kami lewat jalur selatan karena menurut supir kami jalur utara akan sangat macet sekali. Jalur utara digunakan untuk ritual Kirab oleh biksu dan umat yang membawa api abadi dan air berkah serta gunungan buah-buahan dan hasil bumi dari Candi Mendut ke Candi Borobudur.


Tiket masuk ke Candi Borobudur Rp 30.000,00. Di dalam area parkir Candi Borobudur terdapat banyak warung makanan dan kios suvenir. Selesai makan, kami masuk ke dalam kawasan Candi Borobudur.



Kami berjalan mengelilingi Candi Borobudur. Besar rasa kagum saya pada ukir-ukiran yang terdapat pada batu candi; perasaan lazim bagi orang yang pertama kali menginjakkan kaki di batu raksasa itu.


Dengan tidak sengaja, saya bertemu teman saya, Raymond Satria Dharmawan. Ia mengajak saya berkeliling menuju tenda-tenda majelis. Di dalam masing-masing tenda tersebut, terdapat umat-umat Buddha sedang menjalankan ritual keagamaannya masing-masing.



Saya baru tahu, kalau agama Buddha yang dulu saya anut adalah sekte Maitreya.



Sekitar jam 5 sore, loket penjualan lampion sudah sangat ramai dipenuhi oleh orang-orang yang mengantre. Sementara, sebagian besar orang berkumpul di karpet depan panggung utama. Karpet yang berwarna kuning itu seharusnya dijadikan tempat duduk bagi umat.


Saat itu langit mulai mendung, mulai gerimis, tapi tidak menyurutkan niat kami untuk tetap menunggu ritual pelepasan lentera. Sayangnya, kami masih harus menunggu Menteri Agama Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah terlambat datang karena mereka harus pidato terlebih dahulu. Sorakan kekecewaan para pengunjung sudah mulai terdengar, tetapi operator tetap menghibur dengan kata-kata mutiara.

Kami menunggu beberapa jam, sampai akhirnya kedua orang itu datang juga. Mereka memberikan pidato di kala gerimis terus menggoda. Saat itu para pengunjung memang mulai geram, mungkin karena pidato mereka terlalu panjang dan bertele-tele. Ditambah lagi, Gubernur Jawa Tengah itu masih sempat-sempatnya berkampanye. Ada beberapa orang yang berteriak memaki dan suasana mulai ricuh.

Gerimis tidak juga kunjung berhenti. Prosesi dilanjutkan dengan ritual Pradaksina oleh para biksu dan bikuni yang mengitari Candi Borobudur sebanyak 3 kali bersama umat Buddha. Ini merupakan bentuk penghargaan tertinggi kepada Candi Agung ini.

Sehabis prosesi Pradaksina seharusnya ritual pelepasan lentera dimulai. Pelepasan 1000 lentera yang menjadi alasan utama saya datang ke Jogjakarta; lampion yang dipercaya sebagai lambang harapan dan doa yang diterbangkan untuk disampaikan kepada Tuhan.

Panitia mengumumkan bahwa pelepasan lampion akan ditunda sampai 30 menit sampai hujan reda.

Sayangnya.. karena alasan cuaca, ritual pelepasan itu dibatalkan. Tak hanya saya, semua pengunjung juga pasti juga merasakan hal yang sama seperti saya. Ada yang marah dan ada sebagian orang yang pergi meninggalkan candi. Mata saya terbelalak, di tengah karpet yang ditinggalkan oleh pengunjung, terlihat banyak sampah yang berserakan. Dan di saat saya menengok ke arah panggung utama, banyak orang yang berebut naik. Suasana sangat kacau.

––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––

Sekembalinya kami ke Jakarta, saya membaca beberapa berita yang menuliskan bahwa banyak pengunjung yang tidak tertib sehingga mengganggu jalannya proses ibadah. Iya, memang begitulah adanya.

Tapi di sini saya berusaha berada pada pihak yang netral. Saat itu, panitia –yang dipegang oleh Walubi– dan petugas keamanan –yang diserahkan pada kepolisian setempat– memang kurang ketat. Saya masih menerka, mungkin maksud mereka adalah untuk membebaskan para pengunjung yang ingin mengikuti acara seremonial umat Buddha itu.

Tidak ada yang perlu disesalkan, karena memang sudah terjadi. Logisnya, kita harus bersikap lebih bijaksana, toleransi antar umat beragama, dan yang lebih penting, kita harus menghargai nilai luhur.

––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––––


Kami pulang di hari ketiga, kami ditipu oleh dua orang sopir taksi yang meng-charge kami dengan harga asal-asalan. Mungkin saya harus mempertimbangkan kembali kata orang-orang kalau orang Jogja itu orang yang baik. Tidak ada orang yang baik.


Terima kasih untuk keseluruh teman saya, sampai akhirnya liburan singkat ini dapat terwujud :)