Pages

1/18/2012

Jaggers Rocks Bali

Jemu dengan segala kesibukan dan aktifitas di Jakarta, ya, kami pikir kami perlu sedikit liburan. Saya sangat senang sekali karena apa yang telah menjadi impian kami untuk berlibur berempat akhirnya terwujud juga. Pada tanggal 19 Oktober 2011, Saya, Anno, Sakha, dan Cendy memutuskan untuk membeli tiket Air Asia dengan tujuan Pulau Dewata. Kami akan menghabiskan waktu selama seminggu di sana, dari tanggal 12 Desember 2011 sampai tanggal 19 Desember 2011.



Senin, 12 Desember 2011 -- Hari #1


Setelah malam sebelumnya kami menginap di rumah Sakha, paginya kami langsung berangkat menuju Bandung. Kami akan berangkat dari Bandara Internasional Hussein Sastranegara. Pesawat kami akan lepas landas pada jam 17.00 WIB dan akan tiba di Bali pada jam 19.45 WITA. Sakha meminta tolong kepada adiknya, Nazalla, untuk mengantarkan kami ke bandara. Awalnya kami sangat terkejut karena melihat bandara ini sangat kecil. Tidak ada terminal khusus untuk penerbangan domestik maupun internasional, hanya seperti terminal bus. 

Setelah check-in, kami pun menuju ruang tunggu. Tidak lama kemudian, saya dan Sakha memutuskan untuk berjalan keluar dan mencari makanan di luar bandara. Kebetulan saat itu hujan, jadi ini merupakan momen yang pas untuk menikmati sepiring roti bakar dan secangkir teh.


Saya duduk di sebelah jendela pesawat terbang. Pertama kali.

Setibanya kami di Bali, kami langsung menuju ke KFC terdekat untuk makan malam dan merundingkan rencana kami untuk hari esok. Sebenarnya semuanya sudah diatur oleh Anno yang mengepalai tour kami kali ini. Mulai dari hari ini, panggil dia Annois.

Kami menuju penginapan dengan Taxi. Di dalam Taxi, kami mengobrol dengan Abang Reza yang notabenenya orang Batak. Kami menuju Losmen Arthawan, di Jl. Poppies lane II, Kuta. Losmen ini merupakan losmen termurah yang kami dapatkan. Tarif kamar di sini hanya Rp 90.000,00 per malam, termasuk WC dalam dan sarapan pagi. Bli tidak mengijinkan kami memesan satu kamar untuk empat orang, oleh sebab itu kami harus memesan dua kamar. Lagi-lagi karena alasan kebersamaan, kami tetap tidur di satu kamar dan mengosongkan kamar yang lainnya.

Setelah berbenah diri, kami berjalan-jalan di sekitar Legian. Bayangkan, di saat liburan seperti ini, Cendy masih harus mengirim kerjaannya ke email kantor. Maka kami menemani dia ke warnet. Di sana, saya menghubungi teman lama saya, Andi Phank, untuk mengajak kami berkeliling. Akhirnya, kami mengobrol di Black Canyon Coffee, Kutabex. Payahnya, bar di bawah cafe ini memutar lagu Someone Like You - Adele dalam versi disko darurat. Lagu ini melekat di otak kami sehingga kami tidak berhenti menyanyikan lagu ini sambil berjoget kecil sepanjang jalan menuju losmen (dan bahkan di kamar).



Selasa, 13 Desember 2011 -- Hari #2

Hari ini kami akan menuju Amed yang terletak di sebelah timur Pulau Bali. Jarak dari Kuta ke Amed sekitar 95.8 km. Kami akan menempuh perjalanan dengan dua motor Mio Soul yang kami sewa dari Losmen Arthawan. Tarif sewa motor Rp 40.000,00 per motor per hari. Saya berpasangan dengan Sakha dan Anno berpasangan dengan Cendy. Ini akan menjadi perjalanan terpanjang saya selama saya menjadi pengendara sepeda motor. Tampaknya geng Burger harus ganti nama menjadi geng Jaggers.



Setelah menempuh sekitar 45.8 km perjalanan, kami mampir ke Pura Gualawah yang letaknya sejalan menuju Amed. Wanita yang sedang menstruasi tidak diizinkan masuk ke dalam pura dan dengan sangat terpaksa Sakha harus menunggu di luar. Saya, Anno, dan Cendy hanya membayar Rp 6.000,00 per orang untuk tiket masuk.


 Ada sebuah gua yang agak besar di tengah pura, dengan alat-alat ritual dan beberapa persembahan di depannya. Banyak sekali kelelawar yang menggantung di langit-langit. Inilah yang disebut Gualawah itu karena lawah dalam bahasa Jawa berarti kelelawar.

Setelah berkeliling pura itu, kami berkenalan dan mengobrol dengan penjaga pintu masuk yang bernama Putu Juliadi. Dia merupakan orang yang ramah dan gaul. Dia meminta tolong kepada kami untuk memasukkan lagu ke dalam iPhone miliknya. Tidak lama sebelum kami akan meninggalkan tempat ini, kami pun bertukar akun jejaring sosial.

Kami makan siang di warteg di sebelah Pura Gualawah. Warteg ini menyediakan makanan berupa tuna. Kami dapat memesan paket yang berisikan pepes tuna, sate tuna, dan bakso tuna yang disajikan dengan kacang, kacang panjang, dan cabe bumbu bali dengan harga Rp 25.000,00 per paket. Setelah kenyang, kami melanjutkan setengah perjalanan kami menuju Amed.



Perjalanan menuju Amed memang sangat berliku, sampai pada akhirnya kami harus berteduh karena hujan.

Setelah kami menempuh perjalan sekitar tiga jam, kami pun tiba di Amed yang ternyata letaknya agak di pedalaman. Tempat ini begitu sepi dan jauh dari suasana perkotaan. Belum ada night club ataupun minimarket. Kami memutuskan untuk mencari penginapan. Di sini kami mendapatkan penginapan yang bernama Manis Homestay. Manis merupakan nama ibu pemilik homestay ini dan Pak Mangku adalah suaminya. Tarif kamar ini hanya Rp 180.000,00 per malam untuk empat orang dan kami mendapatkan satu extra bed. Saya sangat suka dengan kamar ini, karena selain bersih, kamar ini memiliki WC dengan atap terbuka.


Setelah kami berbenah diri, kami pun berjalan ke Pantai Amed. Saya baru menyadari kalau pantai memiliki pesisir yang berupa bebatuan hitam. Kami menikmati kesunyian pantai ini sampai matahari mulai terbenam.

 Kami akan makan malam di Pascha Restaurant. Seorang Bli berkata kepada kami kalau malam ini akan ada live music ber-genre Reggae. Sekitar jam 20.00 WITA, kami sampai di sana dan kami menemukan restoran ini sepi sekali. Tetapi ternyata semakin larut, semakin banyak orang yang datang. Saat kami sedang asyik menikmati makan malam kami, ada seorang anak muda yang menghampiri kami. Joli namanya. Joli memperkenalkan kami kepada teman-temannya: Kwilin (turis Jerman), Brata, Benny, dan lain-lain. Di sana kami menari-nari bersama, mengobrol, dan kami disuguhi beberapa sloki arak. Ini pertama kalinya saya meminum arak. Enak, karena ini dicampur jus lemon.



Rabu, 14 Desember 2011 -- Hari #3

Kami berencana untuk bangun lebih pagi untuk menyaksikan matahari terbit. Tetapi perkiraan kami salah, matahari terbit tidak terlihat dari pantai ini. Tetapi kami tetap bisa menikmati suasana pagi yang segar. Tidak lama kemudian kami kembali ke homestay dan saya kembali tidur.



Sekitar jam 09.00 WITA, kami menghubungi Joli yang telah berjanji kepada kami untuk mengantar kami ke tempat snorkeling. Kami menyewa alat snorkeling, tidak termasuk live jacket, kepada Joli dengan tarif Rp 25.000,00. Kami hanya memerlukan waktu dua puluh menit untuk menempuh perjalanan dari Manis homestay ke Pantai Banyuning. Pemandangan di pantai ini sangat indah, ditambah lagi di dasar laut ini terdapat bangkai kapal perang Jepang (kemudian pantai ini mempunyai nama lain yaitu Japanese Ship Wreck). Kami tidak memerlukan kapal untuk menuju tengah laut karena keindahan karang sudah bisa kami nikmati beberapa meter dari pesisir pantai. Kami menghabiskan waktu sekitar dua sampai tiga jam di laut.






Kami berlima makan siang di Warung Bali. Saya lupa makanan apa yang saya pesan. Tapi yang jelas, rasa lapar ini benar-benar membunuh segala keceriaan kami. Kami makan dengan lahapnya. Untungnya, harga makanan di warung ini sangat wajar, sekitar Rp 20.000,00.

Dan kini tiba saatnya kami harus meninggalkan Amed dan menuju Ubud pada sore harinya.


Perjalanan kami menuju ubud sekitar 80.4 km. Baru sekitar 2 km perjalanan, kami kehujanan lagi. Kami terpaksa berteduh di warung di pinggir jalan. Segelas teh panas dan semangkuk Indomie sepertinya pilihan yang sangat tepat.

Kami menghabiskan tiga jam perjalanan. Sesampainya di Ubud, kami kembali mencari tempat penginapan. Sakha dan Cendy menemukan Anugrah House yang tarifnya sesuai dengan budget kami setelah bersusah payah bernegosiasi harga. Tarif inap di penginapan ini Rp 180.000,00 per malam dan kami kembali diizinkan untuk tidur berempat. Kebersamaan.


Malam itu sekitar jam 20.00 WITA, kami berjanji akan bangun kembali pada jam 22.00 WITA. Waktu itu saya memasang alarm dan bangun tepat waktu. Tetapi teman-teman saya tidak ada yang bergerak sedikitpun, saya akhirnya kembali tertidur, sampai pagi menjelang.



Kamis, 15 Desember 2011 -- Hari #4

Hari ini kami kembali bangun terlalu pagi untuk menjalankan aktivitas yang sudah direncanakan. Kegiatan yang tidak boleh terlewatkan hari ini adalah kami akan mengunjungi Museum Don Antonio Blanco.

Sebelum mengunjungi museum, kami mengganjal perut kami yang kosong terlebih dahulu. Kami berkeliling mencari tempat makan yang sudah buka dan ternyata pada akhirnya kami hanya menyantap roti dan susu yang kami beli di Supermarket Bintang. Setelah menghabiskan makanan kami, kami bergegas menuju museum.

Tiket masuk museum ini Rp 30.000,00 per orang. Tadinya saya berfikir kalau tiket ini sangat mahal. Tetapi.. Ah, nanti saja baru saya ceritakan. Sebelum masuk ke gedung utama museum ini, kami disambut dengan beberapa burung yang dipelihara di halaman museum. Burung-burung ini sangat menggemaskan dan akrab dengan pengunjung. Kami sempat berfoto dengan mereka.



Kami masuk ke gedung museum, sayang sekali, kami tidak diperkenankan untuk memotret di dalam sana. Mata saya langsung terpaku kepada karya-karya Antonio Blanco. Bagaimana tidak, lukisan besar karya beliau benar-benar indah, ditambah lagi bingkai yang menghias lukisannya sangatlah megah. Rata-rata lukisan yang beliau lukis adalah potret kerabatnya, yang sebagian besar adalah potret Ni Rondji, istrinya. Ada ruang kecil di sebelah ruang utama dimana lukisan yang terdapat di dalamnya berhubungan sangat erat dengan seks. Bli yang mengajak kami berkeliling museum ini menceritakan dengan lengkap asal-usul karya Antonio Blanco. Dengan melihat lukisan sambil mendengar cerita Bli, kita bisa merasakan betapa besar cinta beliau kepada istrinya dan besar kagum beliau kepada keindahan tubuh seorang perempuan.

Setelah keluar dari ruang kecil tersebut, kami disuguhkan segelas kopi caramel dingin. Kami dituntun ke arah ruangan lain lagi tempat dimana Antonio Blanco melukis. Di sana terpajang replika lukisan untuk dijual dan terdapat pula lukisan anaknya, Mario Blanco.





Kami tidak berlama-lama di galeri karena kami harus segera makan siang. Kami makan siang di Kedai Ica yang letaknya tidak jauh dari museum ataupun supermarket. Kedai ini menyediakan makanan khas Indonesia yang enak dan murah, soto ayam yang saya pesan hanya Rp 15.000,00 per porsi.

Kami menuju Pasar Ubud untuk berbelanja. Tapi lagi-lagi hujan menghalangi perjalanan kami, kami harus berteduh di teras sebuah apotek baru kami bisa melanjutkan perjalanan kami lagi. Sesampainya kami di Pasar Ubud, kami langsung menuju toko dan mulai menawar harga. Hujan tidak henti-hentinya mempermainkan kami, kami jadi harus berusaha lebih karena Pasar Ubud tergenang air hujan.

Kami singgah di Oops Gelato di seberang Pasar Ubud untuk menunggu hujan reda. Kami berempat memesan dua scoop gelato, strawberry dan tiramisu, dengan harga Rp 35.000,00. Iya, ini memang konyol, memesan es krim di waktu hujan.

Setelah menghabiskan manis gelato ini, kami kembali ke penginapan untuk mengambil tas yang kami titipkan setelah check-out tadi pagi. Kami menuju kuta dan kami mampir ke warung nasi pedas Bu Hanif di Jl. Raya Kuta atas dasar rekomendasi Anno dan Cendy. Saya sangat puas sekali makan di sini, selain enak, harganya juga murah.

Kami kembali ke Losmen Arthawan untuk menginap.

Malam itu saya dan Sakha berencana untuk berjalan di sekitar Legian tetapi Anno dan Cendy sudah terlalu lelah. Oleh sebab itu, mereka tinggal di kamar. Saya dan Sakha memutuskan untuk menghubungi Joli untuk bertemu setelah kemarin dia mengatakan bahwa dia akan ke Kuta. Joli mengenalkan kami kepada teman perempuannya yang berasal dari Jerman, Fleur namanya.



Jumat, 16 Desember 2011 -- Hari #5

Hari ini adalah hari untuk menghitamkan kulit. Dengan amunisi berupa sunblock milik Cendy dan tanning oil milik saya sendiri. Kami akan pergi ke Blue Point Beach dan (mungkin) akan ke Padang Padang Beach.

Perjalanan yang akan kami tempuh sekitar 21.7 km dan kami kembali harus mengendarai motor untuk sampai ke tempat tujuan.


 

Kami sampai di Blue Point Beach. Spontan kami tersenyum lebar karena mendapati air laut di sini sangatlah jernih, kami bisa melihat dasar laut dari kejauhan. Untuk mencapai pesisir, kami masih harus berjalan menuruni tangga bukit sampai akhirnya kami menemukan sebuah bebatuan besar yang memayungi pesisir. Kami menghabiskan waktu kami beberapa jam untuk bermain air dan berfoto.

Sayangnya, di Blue Point Beach tidak ada tempat untuk sunbathing. Sunbathe chair yang disediakan di sana untuk disewa. Sebaiknya uang yang kami punya lebih baik digunakan untuk hal yang lain, yang lebih penting tentunya. Kami langsung bergegas ke Padang Padang Beach.

Padang Padang Beach memiliki air laut yang tidak kalah jernih dengan air di Blue Point Beach. Pantai ini panas sekali karena tidak ada bebatuan besar yang menutupi pantai. Kami menyewa payung untuk berteduh, harga sewa per payung Rp 40.000,00. Saya dan yang lainnya langsung mengoleskan sunblock dan menyemprotkan tanning oil ke badan kami masing-masing. Saya, Sakha, dan Cendy menggelar kain yang kami bawa dan langsung tidur di atasnya. Kami memanggang diri sendiri.


Saya melihat ada seorang bule Perancis yang tidur telentang sambil bertelanjang dada. Saya memang memiliki impian untuk menari telanjang di pantai yang sepi. Oleh sebab itu, dengan persetujuan teman-teman saya, saya pun melepas tali bikini saya dan kembali memanggang diri sendiri. Menyenangkan. Saya merasa sangat bebas.

Kami menghabiskan siang hari kami di pantai sampai puas. Sekitar jam 15.00 WITA, kami beranjak dari pantai untuk bersih-bersih. Keluar dari Padang Padang Beach, ada sebuah WC umum tempat bilas. Kami cukup membayar Rp 5.000,00 untuk mandi.

Kami melanjutkan perjalanan kami ke Pura Uluwatu untuk menyaksikan pertunjukan Tari Kecak. Kami membayar Rp 3.000,00 untuk masuk ke dalam Pura Uluwatu. Kami melewati hutan kera sambil berjaga-jaga atas barang bawaan kami supaya tidak diambil oleh kera-kera itu. Harga tiket untuk pertunjukan Tari Kecak adalah Rp 70.000,00. Pertunjukan dimulai pada pukul 17.00 WITA, kami sudah masuk ke tempat pertunjukan sekitar setengah jam lebih cepat. Ini upaya kami untuk mendapatkan tempat yang paling pas.

Tari Kecak dimainkan oleh puluhan penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar sambil mengangkat kedua tangannya dan menyerukan "cak" berkali-kali tanpa diiringi oleh alat musik. Tari Kecak menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera membantu Rama melawan Rahwana. Kami menyaksikan pertunjukkan ini sambil melihat matahari terbenam. Sebenarnya saya bisa mengerti cerita ini karena membaca kertas yang dibagikan pada awal masuk. Hahaha.

Tiba saatnya kami untuk makan enak karena kami akan ke Jimbaran untuk melahap habis seafood di sana. Kami memesan porsi untuk anak sekolahan seharga Rp 75.000,00 per porsi. Kami mendapatkan segelas welcome drink, sebotol Aqua, seekor ikan, 3 ekor udang bakar, kerang saus tiram, dan cumi goreng tepung bersama nasi dan sambal. Kami sangat puas tentunya!

Kami berbincang manis dan romantis sambil menyantap makanan kami sampai kami pun tidak peduli dengan angin laut yang mengacak rambut kami. Sayang sekali, senyum kami dipudarkan oleh gerimis yang datang tiba-tiba. Kami terpaksa pindah ke dalam restoran dan suasana berubah benjadi suram, seperti di rest area.

Setelah hujan reda, kami langsung bergegas ke penginapan dan beristirahat.



Sabtu, 19 Desember 2011 -- Hari #6

Setelah menunda beberapa hari untuk belanja di Pasar Sukawati, kami akhirnya memindahkannya ke hari ini. Perjalanan dari Losmen Arthawan sampai ke Pasar Sukawati adalah 24.4 km.

Saya mengutus Cendy untuk menjadi orang yang harus menahan saya untuk belanja. Mungkin saya akan belanja satu atau dua pakaian dan sisanya untuk oleh-oleh, tidak lebih. Entah setan pelit mana yang merasuki diri saya, saya merasa saya jago menawar harga. Saya puas mendapatkan satu gaun Batik dengan harga Rp 45.000,00 dan celana hareem seharga Rp 30.000,00.

Pandangan saya tidak lepas dari Anno dan Sakha yang kalap berbelanja, saya jadi bingung kenapa uang mereka tidak habis-habis. Dasar, ibu-ibu!

Malam ini kami akan nongkrong sambil menikmati sunset di La Planca Cafe di Seminyak. Ini pertama kalinya saya berada di Seminyak. Ternyata di sini banyak sekali chill cafe, beda dengan cafe atau bar yang ada di Kuta. Saya suka dengan suasana di sini, mungkin kapan-kapan kami akan menghabiskan banyak waktu di sini.

Kami berkeliling Seminyak dan ternyata kami tidak menemukan cafe yang dimaksud. Kami sudah terlanjur lelah dan kami memutuskan untuk kembali ke penginapan kami untuk beristirahat sajalah. Perjalanan 6.2 km menuju Kuta. Ada baiknya, sebelum itu, kami makan malam dulu. Kami kembali makan di nasi pedas Bu Hanif. Beruntungnya kami, hari ini kulit ayam yang tidak kami dapatkan kemarin sudah ada.

Malam Minggu ini telah menjadi malam yang tidak akan pernah saya lupakan. Saya mendapatkan berjuta-juta pengalaman pertama. Pengalaman ini benar-benar membuat saya dan teman-teman tertawa sampai pagi dan membuat saya ternyenyum sendiri ketika menulis perjalanan kami ini sambil membayangkan kebodohan kami.

Lagi-lagi. Saya kehilangan sesuatu. Dompet.



Minggu, 18 Desember 2011 -- Hari #7

Sebenarnya hari ini tidak ada rencana khusus untuk bersenang-senang. Kami bangun agak siang karena efek semalam. Saya ditemani oleh Cendy pergi ke Polsek Kuta untuk melaporkan kehilangan atas dompet saya, sedangkan Anno dan Sakha pergi berbelanja.

Sepulangnya saya dan Cendy dari Polsek, saya mengajak Cendy untuk ke gereja. Dari dulu saya memang sangat berkeinginan untuk mengikuti misa ketika saya sedang berlibur, demi suasana yang berbeda.



Misa pada hari Minggu jam 18.00 WITA di gereja Santo Fransiscus selalu dibawakan dengan bahasa Inggris. Bodoh sekali, saya sampai lupa akan susunan acara gereja dan jawaban sabda yang dilontarkan oleh Pastor. Yang bisa saya nyanyikan hanya Salam Damai.

Selesai misa, saya mengunjungi Anno dan Sakha yang sedang mengobrol di Kopi Pot, Legian. Kami saling menceritakan apa yang kami alami masing-masing di cafe yang sangat nyaman ini sampai akhirnya hujan memecah kebersamaan kami. Kami terpaksa harus pindah ke bar untuk berteduh. Sembari menunggu hujan, Cendy tertidur, Saya, Anno, dan Sakha pun hanya bisa bengong sampai hujan reda.

Makan malam kami, kami habiskan di kamar. Kami memesan Mc Donald. Entah mengapa hari ini kami sangat lelah sekali. Kami tertidur sebentar, lalu terbangun kembali ketika Anno dan Sakha memutuskan untuk jalan-jalan malam.

Saya tidak bisa tidur sampai sekitar jam 05.00 WITA.



Hari ini, 19 Desember 2011 -- Hari #8

Hari ini adalah hari terakhir kami di Bali. Pesawat kami akan lepas landas pada pukul 10.40 WITA dari Bandara I Gusti Ngurah Rai. Kami bangun pagi, bersiap-siap, makan pagi, menelepon taxi untuk mengantar kami ke bandara.

Saat kami check-out dari Losmen Arthawan, Bli yang melayani kami mengembalikan KTP yang saya tinggal beberapa hari yang lalu. Alhamdulillah, ternyata KTP saya tidak hilang!

Kami tiba di Bandara Hussein Sastranegara pada pukul 11.25 WIB.

Terimakasih kepada Anno, Sakha, Cendy yang telah membuat liburan ini menjadi sangat menyenangkan. Terimakasih Andi Phank yang telah menemani kami. Ayo siapkan rencana untuk liburan mendatang! :)

(n.b.: foto-foto di atas milik Anno, Sakha, Cendy, dan saya)

1 comment:

  1. gila seru banget kayaknya. blue point beachnya keren banget.. mw kesana ah liburan taon ini :p

    ReplyDelete